Sabtu, 18 September 2010

REVIEW (2 IN 1) : BEFORE SUNRISE / BEFORE SUNSET


Untuk sekali ini saya mencoba untuk mengulas dua film sekaligus dalam satu ulasan. Berhubung saya menontonnya secara marathon dan filmnya sendiri memiliki keterkaitan, maka tak ada salahnya jika digabungkan menjadi satu daripada harus dibahas secara terpisah. Bagi para pecinta film tentu tak asing dengan dwilogi matahari, Before Sunrise dan Before Sunset. Film yang disebut - sebut sebagai salah satu film romantis terbaik sepanjang masa ini bertutur secara minimalis, hanya berupa obrolan dua sejoli, tak terjadi apapun. Film yang cenderung dihindari bagi mereka yang tidak menyukai film penuh obrolan, namun bagi yang tidak memiliki pantangan, dwilogi ini mungkin akan meninggalkan kesan yang mendalam. Hanya ada dua pemeran disini, Ethan Hawke dan Julie Delpy. Untuk penyutradaraan ditangani oleh Richard Linklater, sedangkan penulisan skenario diserahkan kepada Kim Krizan serta Linklater sendiri. Khusus untuk Sunset, Hawke dan Delpy ikut turut serta menyumbangkan ide mereka.

Before Sunrise dirilis pada tahun 1995 dan mengenalkan kita kepada Jesse (Ethan Hawke), pemuda dari Amerika, dan Celine (Julie Delpy), cewek Prancis. Keduanya bertemu di sebuah kereta dari Budapest tatkala Celine merasa terganggu dengan pasangan yang sedang ribut. Jesse mengajak Celine ke gerbong makanan hanya untuk saling berbincang hingga mereka sampai di tujuan masing - masing. Bisa diduga, keduanya merasa cocok. Jesse menawari Celine sebuah ide gila untuk menemaninya berkeliling Wina sambil menunggu pesawatnya berangkat ke Amerika keesokan harinya. Awalnya agak sedikit ragu, namun pada akhirnya Celine menerima saja tawaran Jesse. Sepanjang malam di Wina mereka mengobrol mengenai berbagai hal, namun yang paling serius adalah tentang kehidupan dan cinta. Beberapa kejadian tak terduga juga menyertai malam paling berkesan dalam hidup mereka tersebut.

Kisah kemudian beralih 9 tahun kemudian di Before Sunset, kali ini mengambil latar kota Paris yang cantik. Jesse telah bekeluarga dan menjadi seorang penulis yang sukses sedangkan Celine bekerja untuk pemerintah dan memiliki kekasih yang berprofesi sebagai fotografer. Kedatangannya ke Paris merupakan salah satu agendanya dalam rangka tur keliling Eropa untuk mempromosikan bukunya. Kebetulan toko buku yang dikunjungi oleh Jesse adalah tempat favorit dari Celine sehingga keduanya bisa kembali bertemu setelah 9 tahun terpisah. Daripada menghabiskan waktu di hotel dan bandara saat menunggu pesawat, Jesse memilih untuk bernostalgia dengan Celine sambil mengelilingi kota Paris. Setting waktunya pun berbeda, jika Sunrise lebih banyak dihabiskan pada malam hari, maka Sunset berlatar di siang dan sore hari. Topik yang menjadi bahan obrolan tidak lagi berkisar pada kehidupan dan cinta, tetapi juga pekerjaan dan politik.


Dwilogi ini adalah tipe film "love it or hate it" Sebagian akan memujanya setinggi langit, namun yang lain akan mencacinya habis - habisan. Saya pribadi langsung jatuh cinta pada pandangan pertama saat menyaksikannya, utamanya kepada Before Sunset yang begitu manis. Walaupun dalam Before Sunrise kedua karakter utamanya adalah sepasang remaja yang tengah mencari jati diri dan masih berusaha memahami konsep cinta yang sebenarnya, alur tak otomatis menjadi lembek dan bertutur dengan menye - menye. Tak ada dialog gombal disini, pilihan katanya begitu cerdas dan berkelas. Celine memang digambarkan sebagai wanita yang mandiri dan cerdas sehingga apa yang dijadikannya sebagai topik pembicaraan tak melulu soal cinta, terkadang malah sesuatu yang berat. Kalaupun membahas cinta, bukan mengenai konsep cinta yang dangkal. Terkadang saya dibuat takjub dengan dialog - dialog yang diucapkan oleh karakter ini.

Mengikuti perkembangan karakternya, maka Before Sunset tak melulu menyajikan obrolan ringan, kali ini sudah mulai merambah ke topik yang lebih berat. Bahkan sudut pandang mereka mengenai cinta dan kehidupan juga berubah, walaupun tak sepenuhnya. Meski topik pembicaraan menjadi lebih berat, namun tak membuat Before Sunset menjadi film yang membosankan, justru sebaliknya. Begitu mengasyikkan. Bisa jadi karena karakternya telah tumbuh menjadi pribadi yang dewasa dan bijaksana. Jika Sunrise bertutur terlalu lama dengan durasi 100 menit lebih, maka Sunset hanya berlangsung selama 80 menit saja. Lee Daniel, selaku sinematografer, berhasil menangkap sudut - sudut kota Paris dengan amat sangat baik. Kecantikan Paris semakin membuat Sunset menjadi terasa lebih romantis. Ahhh, ingin sekali pergi ke sana dan bertemu dengan wanita seperti Celine yang tidak hanya cantik, cerdas dan mandiri, namun juga pribadi yang menyenangkan. Dua jempol untuk Linklater dan Krizan yang sanggup membuat naskah penuh dialog yang cerdas serta tambahan dua jempol lagi bagi Linklater yang mampu membuatnya jauh dari kata membosankan. Kontribusi Hawke dan Delpy dalam penulisan skenario justru membuat Sunset lebih apik. Jika ada sekuel lebih bagus dari prekuelnya, maka Before Sunset adalah salah satunya.

Chemistry yang terjalin antara Hawke dan Delpy disini begitu luar biasa. Masing - masing juga melakoni karakternya dengan sangat bagus, hampir tak ada cela. Sepanjang film saya sama sekali lupa jika Jesse dan Celine adalah karakter fiksi, Hawke dan Delpy melebur dengan karakter yang mereka perankan. Mengagumkan. Barangkali karena di Sunset mereka juga menulis skenarionya sehingga mereka bisa membuat Jesse dan Celine terasa lebih hidup. Ya, saya memang sedikit berlebihan, namun saya memang terkesima dengan penampilan mereka. Auranya bersinar terang, utamanya Julie Delpy. Jarang ada sebuah film romantis dimana kedua pemerannya memiliki koneksi yang begitu kuat. Tak salah jika ada yang menyebut Before Sunrise dan Before Sunset sebagai salah satu film paling romantis yang pernah dibuat, karena memang seperti itulah kenyataannya.

Nilai :

Before Sunrise : 8/10 (Exceeds Expectations)

Before Sunset : 9/10 (Outstanding)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar