"Bulan purnama gini paling enak renang telanjang di pantai."
Alasan utama saya rela meluangkan sedikit waktu demi menyaksikan Pulau Hantu 3 adalah karena saya menyukai jilid pertamanya yang sekalipun ide cerita yang diangkat terbilang usang, Jose Poernomo berhasil mengemasnya menjadi sebuah tontonan mencekam yang menyenangkan dengan balutan komedi yang lumayan segar. Sekuelnya yang rilis setahun kemudian gagal menghadirkan atmosfir yang serupa lantaran diberi suntikkan komedi lebih banyak tanpa ada perkembangan dalam jalan cerita. Setelah 3 tahun lamanya tidak ada kabar, saya pikir Jose Poernomo memutuskan untuk mengakhiri terror dari hantu yang memiliki wajah yang serupa tapi tak sama dengan Ghostface dari Scream ini. Ternyata, dugaan saya salah, saudara-saudara. Pulau Hantu tidak akan dibiarkan begitu saja menjadi pulau tak berpenghuni selama masih ada ratusan ribu penonton yang menggeruduk bioskop dengan senang hati. Seakan tidak belajar dari kesalahan yang didapat dari film sebelumnya, porsi komedi semakin diperbanyak di Pulau Hantu 3. Bahkan, film ini terasa lebih tepat disebut sebagai ‘softcore porn’ dengan bumbu komedi horror, ketimbang sebagai film horror komedi.
Tidak perlu berpanjang lebar untuk menjelaskan seperti apa plot dari Pulau Hantu 3, hanya dengan satu kalimat saja pun sebenarnya sudah cukup. Dua sahabat, Nero (Abdurrachman Arif) dan Kimo (Ricky Adi Putra), bersama dengan Gaby (Jenny Cortez) dan Octa (Reynavenzka), mendapat pekerjaan di sebuah resor baru milik Patigana (Boy Hamzah) yang berlokasi di Pulau Madara. Nah, Nero yang sudah dua kali mengunjungi pulau ini di dua jilid sebelumnya, baru menyadari bahwa ini adalah pulau yang juga menyebabkan teman-temannya terbunuh setelah ‘disambut dengan ramah’ oleh hantu penunggu pulau. Apa yang terjadi kemudian Anda tentu sudah bisa menebak, hanya saja kali ini ada terror lain yang disebabkan oleh Patigana. Sejak awal Nero sudah menaruh curiga pada Patigana lantaran gerak-geriknya yang aneh. Tidak ada satupun yang mempercayai omongan Nero, malah teman-temannya menganggap dia hanya iri dengan ketampanan si pemilik resor. Hanya setelah mereka melihat mayat istri Patigana secara langsung, mereka mulai percaya. Dan pada saat itu, segalanya telah terlambat.
Perlu untuk diingat, jika Anda memiliki rencana untuk menyaksikan Pulau Hantu 3 di bioskop, maka motif Anda haruslah untuk melihat (maaf) payudara di layar lebar. Apabila tidak, maka urungkan saja dan pilih film lain. Untuk sekali ini, Jose Poernomo dan Benny Ahmad Basuni merasa tidak perlu memberikan jalan cerita yang runut dan logis kepada penonton karena tujuan dibuatnya sekuel ini tidak lain adalah untuk mengeruk pundi-pundi rupiah dengan cara mengeksploitasi tubuh perempuan. Ya, Anda tidak akan mendapatkan apapun dari film ini, kecuali akting yang kaku, humor yang jauh dari kata lucu, dan (maaf) tetek putih mulus yang terus menerus diumbar tiada henti dengan cara yang nyaris sama. Ada apa dengan Anda, mas Jose? Padahal dulu Anda adalah salah satu sutradara berbakat di Indonesia yang pernah menelurkan film-film berkualitas macam Jelangkung dan Tak Biasa. Sekarang kok malah bergabung dengan ‘Komunitas Penghancur Film Indonesia’? Cimit-cimit telah berubah..
Apabila dihitung menggunakan persentase, maka 80% film hanya diisi dengan adegan seks panas di ranjang dan kolam renang, serta aksi pamer aurat. Plot tidak lagi menjadi sesuatu yang esensial. Tidak ada penjelasan seputar ritual yang dilakukan oleh Patigana, seakan Jose dan Benny mengondisikannya hanya sebagai tempelan belaka. Bukankah lebih tepat jika judul ‘Ghost Island’ diganti menjadi ‘Boobs Island’? Setidaknya, penonton tidak merasa ditipu. Inginnya mencari sebuah hiburan yang mencekam, justru disuguhi dengan payudara dan selangkangan. Yang menjadikannya semakin menyebalkan, Lembaga Sensor Film menikmati permainan gunting menggunting sehingga acapkali ditemukan adegan panas yang belum tuntas namun sudah melompat ke adegan lain. Tanggung banget sih, bo! Kenapa tak dibuat versi 3D-nya sekalian supaya bisa menyaingi Piranha 3D? Andaikan saja saya mendapatkan tiket film ini secara gratis, mungkin saya telah memutuskan untuk walkout sejak paruh pertama. Menuliskan review ini hanya membuat saya sakit hati karena harus mengingat lagi apa saja yang telah terjadi sepanjang 90 menit yang menggairahkan tersebut (heh!). Dan bisa-bisanya Pulau Hantu 3 lebih diminati ketimbang Ummi Aminah, tak habis pikir aku.
Troll
Tidak ada komentar:
Posting Komentar