Jumat, 16 Desember 2011

REVIEW : SUNNY


"Teman ada saat masa-masa sulit." - Lim Na-Mi

Film mengenai persahabatan sejumlah gadis ABG sudah jamak dibuat. Dari Indonesia, Ada Apa Dengan Cinta? adalah yang paling populer, menjadi salah satu tonggak kebangkitan perfilman nasional. Baru-baru ini pun kita disodori sebuah film persahabatan dari Thailand yang mendapatkan sambutan hangat pula di Indonesia, Crazy Little Thing Called Love. Ada sebuah benang merah yang bisa ditarik dari kedua film tersebut. Sama-sama menyoal romansa yang memorak morandakan persahabatan. Sebuah plot yang sesungguhnya telah basi tanpa sesuatu yang baru, berulang kali mengalami bongkar pasang dengan sedikit modifikasi disana-sini namun uniknya tidak pernah membosankan untuk disimak. Jika diteliti lebih dekat, sesungguhnya Ada Apa Dengan Cinta? dan Crazy Little Thing Called Love saling bertolak belakang. Film yang satu tentang cewek cantik dari geng populer yang jatuh cinta pada cowok kutu buku, maka yang satu tentang cewek culun yang kesengsem dengan cowok tampan populer. Korea Selatan yang tanpa henti menghasilkan film bermutu dan diprediksi mampu menjelma sebagai pusat perfilman Asia, tak mau kalah. Kang Hyung-chul, pembesut film komedi seru yang laris, Scandal Makers, melahirkan Sunny sebagai tandingan. Secara tema, Sunny tak berbeda jauh dengan dua film di atas. Maka, dimana posisi Sunny diantara Ada Apa Dengan Cinta? dan Crazy Little Thing Called Love?

Sunny tak membicarakan cinta dengan ceriwis layaknya para pendahulu. Dari segi penuturan, Sunny mengingatkan pada Now and Then-nya Demi Moore dengan memakai alur maju mundur yang mencampur begitu saja masa lalu dan masa kini. Kang Hyung-chul tidak pernah memberikan detail yang banyak untuk menggambarkan setting. Petunjuk yang diberikan kepada penonton hanya berupa lagu yang sering diperdengarkan di sejumlah adegan. Saat seorang penyiar radio sekolah menyebut tembang milik Cyndi Lauper, “Girls Just Want to Have Fun” sebagai lagu paling populer kala itu, penonton tentu sudah bisa menebak Sunny mengambil setting di tahun berapa. Film dibuka dengan pertemuan tidak sengaja dari dua sahabat lama, Lim Na-Mi (Yoo Ho-Jeong) dan Ha Chun-Hwa (Jin Hee-Kyung) di sebuah rumah sakit setelah 25 tahun lamanya berpisah. Ha Chun-Hwa mengidap kanker dan usianya diperkirakan tidak melebihi dua bulan. Satu keinginan terakhir yang dititipkan Chun-Hwa kepada Na-Mi sebelum dia tutup usia adalah bertemu dengan anggota “Sunny”, geng yang dipimpinnya kala SMA. Sepanjang kurang lebih 124 menit, penonton diajak untuk mengikuti petualangan Na-Mi dalam mencari anggota Sunny yang lain. Di sela-sela pencarian, masa lalu Sunny diungkap. Na-Mi remaja (Shim Eun-Kyung) adalah siswi pindahan dari sebuah kota kecil di Korea Selatan. Dengan kepribadiannya yang menyenangkan, tidak sulit bagi Na-Mi untuk segera berbaur dengan siswi-siswi lain.


Sekalipun memiliki gaya bertutur yang nyaris serupa dengan Now and Then, kedua film ini jauh berbeda. Now and Then cenderung optimis dalam memandang kehidupan, dibuktikan dengan masa dewasa dari setiap tokoh yang digambarkan mampu menggapai apa yang disebut sebagai American Dreams. Sunny mencoba untuk realistis, yang berarti berjalan suram dan kemungkinan besar akan berjalan tidak sesuai dengan harapan mayoritas penonton. Konflik yang dihadapi oleh Chun-Hwa remaja (Kang So-Ra) pun jauh lebih berat ketimbang Samantha Albertson (Gaby Hoffman). Jika Now and Then adalah versi perempuan dari Stand by Me, maka Sunny adalah versi perempuan dari Friend. Para anggota Sunny tidak dihadapkan pada permasalahan seputar menstruasi, cinta pertama, urban legend, atau payudara yang membesar, tetapi kenakalan remaja. Mereka tidak segan-segan melakukan tawuran dengan geng cewek lain. Ujian persahabatan yang disodorkan oleh Kang Hyung-Chul tidak bersinggungan dengan masalah asmara, melainkan bagaimana mereka menyikapi persoalan internal karena kesalahpahaman atau ketika pihak luar mengintervensi. Romantisme hanya dijadikan sebagai bumbu penyedap saja. Ancaman sesungguhnya bagi Sunny adalah Sang-Mi (Cheon Woo-Hee), teman sekelas mereka yang bermasalah. Rupanya Sang-Mi pernah memiliki masa lalu yang suram dengan Ha Chun-Hwa.

Sunny adalah tipikal film drama Korea kebanyakan yang memulai kisahnya dengan penuh keceriaan, namun seiring berjalannya film menjadi kian suram dan mengharu biru. Tapi, Sunny tidak sesederhana itu. Humornya renyah dan berkelas, tidak jarang pula menjadikan budaya populer Korea sebagai referensi. Konflik yang dihadirkan mengena, menyentuh dan sanggup mengaduk-aduk emosi. Sunny tidak hanya sekadar membawa kita untuk tertawa, tersentuh, dan menangis, tetapi juga menghendaki setiap penontonnya untuk berkontemplasi setelah menyaksikannya. Sesuatu yang jarang ditemukan dalam sebuah film remaja. Seperti sebuah ungkapan, “manusia boleh berencana tapi Tuhan yang menentukan.” Mungkin itu yang ingin disampaikan oleh Kang Hyung-Chul melalui film yang terinspirasi dari masa remaja sang ibunda ini. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi besok, lusa, 1 minggu kemudian, apalagi 25 tahun kemudian. Adegan yang memerlihatkan Na-Mi dewasa sedang menonton sebuah video yang dibuat ketika dia masih SMA adalah momen paling menyentuh sekaligus menyakitkan dari film ini. Impian gagal terwujud. Prestasi akademik tidak selamanya menjadi penentu kesuksesan di masa mendatang. Na-Mi, Chun-Hwa, dan Jin-Hee (Hong Jin-Hee) membuktikan bahwa kesuksesan seseorang lebih ditentukan pada nasib baik, keberuntungan, dan kerja keras. Saya jadi teringat ketika berkumpul bersama teman-teman seperjuangan di sebuah organisasi kampus. Salah satu dari kami nyeletuk, “seperti apa ya kita di 10 tahun mendatang?”. Only God knows what will happen to us.

Exceeds Expectations

Tidak ada komentar:

Posting Komentar