"Cinta itu seperti kentut. Ditahan sakit, dikeluarin malu." - Dimas
Mengapa industri perfilman Indonesia memiliki obsesi yang berlebihan terhadap makhluk bernama pocong? Entah sudah berapa ratus judul film tentang pocong yang telah dibuat di Indonesia. Baik itu yang digarap dengan serius, biasa-biasa saja hingga semrawut tidak karuan. Bagi pelaku perfilman di Indonesia, pocong merupakan komoditas panas yang sangat dipuja karena mampu mempertebal isi dompet. Seandainya saja pocong bisa menuntut, maka ratusan orang akan digiring ke meja hijau. Eksploitasi terhadap pocong semakin lama semakin tidak bisa diterima. Makhluk ini telah kehilangan wibawanya di hadapan jutaan umat manusia. Bahkan, pocong pun sekarang merambah ke dunia maya dan dunia tulis menulis. Nah lho! Pocong atau @poconggg yang eksis di jagad jejaring sosial, sama sekali tidak menyeramkan. Cenderung konyol malah. Kicauannya diikuti jutaan pengguna Twitter. Pocong masa kini ini digandrungi remaja karena kicauannya yang lucu dan seringkali mewakili isi hati pengikutnya. Setelah sukses dengan akun jejaring sosial, @poconggg atau Arief Muhammad, menjajal dunia tulis menulis melalui sebuah novel berjudul Poconggg Juga Pocong, yang menjadi cikal bakal munculnya film berjudul sama. Jujur saja, saya tidak pernah tertarik untuk mengikuti kicauan dari @poconggg. Namun ketika novelnya dilempar ke pasaran, saya penasaran. Seperti apa sih isi novel paling fenomenal saat ini? Tidak perlu dibahas panjang lebar, yang pasti tidak menarik sama sekali. Meminjam istilah anak muda zaman sekarang, garing dan jayus. Pun begitu, saya mengakui idenya lumayan kreatif.
Saat Maxima Pictures berniat untuk menuangkan tulisan Arief Muhammad ke dalam layar lebar, belum apa-apa saya sudah pusing. Terlebih Maxima menggandeng Chiska Doppert, anak emas dari Nayato Fio Nuala. Mereka memiliki jejak rekam yang kurang bagus di industri. Untuk urusan skenario, Maxima menyerahkannya kepada sang penulis novel, Arief Muhammad, dan dibantu oleh Haqi Ahmad, dengan harapan film tidak terlalu melenceng dari novel. Pertanyaan yang timbul sekarang, bagaimana Poconggg Juga Pocong diperlakukan oleh Chiska Doppert? Secara garis besar, Poconggg Juga Pocong bertutur mengenai kisah cinta dua anak muda yang tidak bisa bersatu lantaran berbeda dunia. Dunia dalam arti sesungguhnya. Dalam perjalanan pulang setelah menonton di bioskop, Dimas (Ajun Perwira) berniat untuk mengutarakan isi hatinya kepada Sheila (Saphira Indah). Sayangnya kedua belah pihak masih malu-malu untuk mengakui yang sebenarnya. Sebuah kesalahpahaman pun tercipta yang berujung kepada kecelakaan naas yang menewaskan Dimas. Di alam baka, Dimas berubah wujud menjadi pocong. Dia berkenalan dengan Kuntilanak Bondol (Nycta Gina) dan geng pocong keren pimpinan Anjaw (Rizky Mocil). Berpindah ke alam lain ternyata tidak menyurutkan cinta Dimas kepada Sheila. Dimas berniat untuk menyatakan cintanya. Ketika mengetahui Sheila didekati oleh Adit (Guntur Triyoga), Dimas galau setengah mati. Kunti yang selalu setia menemani Dimas dalam perjuangannya mendekati Sheila mencoba mengingatkan, bagaimanapun Dimas dan Sheila tidak akan pernah bisa bersatu karena alam mereka berdua sudah jauh berbeda. Satu-satunya cara untuk mendamaikan hati adalah dengan mengikhlaskan. Namun Dimas pantang mundur, sebelum dia bisa menyatakan cintanya kepada Sheila.
Mengadaptasi bukanlah perkara mudah. Ini bukan hanya mengenai memindahkan tulisan dari sumber asli ke bentuk baru secara utuh. Diperlukan pula sedikit bumbu disana sini dan penyesuaian dengan medium baru sehingga hasil akhir mampu diterima oleh masyarakat. Itulah mengapa film adaptasi dari karya sastra seringkali sedikit berbeda dengan sumber yang diadaptasi. Ketika dipaksakan untuk sesetia mungkin dengan sumber, maka yang terjadi adalah Poconggg Juga Pocong the Movie. Naskah yang diolah Arief Muhammad dan Haqi Ahmad nyaris tidak memiliki perbedaan dengan versi novel. Ini menjadi masalah lantaran versi novel tidak memiliki kronologi alur yang jelas dan seringkali melompat kesana kemari bak pocong kepanasan. Dan ini terjadi pula dalam film. Beberapa kali saya menemukan adegan yang tidak memiliki keterkaitan dengan adegan sebelum atau sesudahnya. Humornya pun masih tetap kriuk kriuk, garing bukan kepalang. Susah sekali untuk tertawa terbahak-bahak sepanjang 78 menit. Bukankah film komedi itu seharusnya mampu mengundang tawa renyah penonton? Jika gagal, siapa yang patut dipersalahkan? Sejumlah adegan yang difungsikan untuk memicu tawa, malah berakhir hambar dan tak membekas. Beruntung, tim memiliki Nycta Gina. Ketika Ajun Perwira dan Rizky Mocil membuat saya mengernyitkan dahi, Nycta Gina dengan luwes mencuri perhatian. Dia paham betul apa yang seharusnya dia lakukan.
Dunia absurd rekaan Arief Muhammad ini mampu diterjemahkan ke dalam bahasa visual dengan cantik oleh Chiska Doppert. Harus diakui sutradara yang sempat dikira sebagai alter ego dari Nayato Fio Nuala ini memang mengalami kemajuan yang cukup baik disini. Untuk sekali ini, Chiska Doppert beruntung ketiban naskah yang digarap cukup baik, sekalipun memiliki masalah dalam konjugasi. Ketika komedi yang diluncurkan ternyata gagal meledak dengan dahsyat, maka sisi romantis pun menjadi tumpuan harapan. Ajaibnya, Poconggg Juga Pocong malah lebih terasa sisi romantisnya ketimbang komedinya. Terima kasih kepada Ian Aprianto atas sinematografi indahnya. Momen-momen indah Dimas dengan Sheila berhasil terekam dengan baik, begitu pula ketika Dimas menyaksikan Sheila sedang asyik berduaan dengan Adit. Romantis, getir, tapi tetap konyol. Yang cukup disayangkan, Ajun Perwira gagal menghidupkan karakter Dimas baik ketika masih menjadi manusia maupun setelah bertransformasi menjadi pocong. Nyaris tidak ada emosi. Simpati penonton pun gagal tertanam kepada Dimas. Poconggg Juga Pocong juga tidak memberikan latar belakang yang jelas terhadap tokoh-tokoh inti, terutama Dimas. Kita hanya mengetahui sedikit biodatanya melalui batu nisan, sementara Sheila hanya diperlihatkan memiliki rumah yang megah. Pondasi naskah akan terasa lebih kokoh seandainya Chiska Doppert dan tim lebih memperhatikan hal ini. Sekalipun demikian, Poconggg Juga Pocong secara mengejutkan ternyata cukup menghibur bagi saya. Setidaknya bayang-bayang kelam terhadap Kambing Jantan the Movie seketika sirna. Komedinya memang kurang berhasil memancing tawa renyah, akan tetapi atmosfir romantis dapat diciptakan dengan baik.
Acceptable
Tidak ada komentar:
Posting Komentar