Jumat, 04 November 2011

REVIEW : 5 CENTIMETERS PER SECOND


"A chain of short stories about their distance."

Jepang tidak hanya dikenal sebagai pencetak film horror yang menyeramkan, tetapi juga pusatnya film animasi. Kedua genre ini telah melekat dan menjadi produk unggulan dari Negeri Sakura. Animasi Jepang, atau lebih dikenal sebagai Anime, telah tersohor di berbagai belahan dunia, setara dengan kepopuleran produk dari Amerika Serikat. Tidak hanya versi layar lebar saja yang mendunia, tetapi juga versi serial serta OVA (khusus dirilis dalam bentuk home video). Kekuatan dari anime adalah jalan cerita yang cenderung unik, animasi yang rapi serta penggarapan yang tidak main-main. Meski begitu, kebanyakan anime merupakan adaptasi dari manga (komik Jepang), hanya segelintir yang berani mengusung ide cerita asli. Makoto Shinkai adalah sedikit diantaranya. Nah, di tahun 2007 silam, Makoto Shinkai melalui CoMic Wave Inc. merilis film panjang keduanya yang masih berbau romantisme. Shinkai sensei menulis naskah serta memproduseri sendiri film arahannya yang berjudul 5 Centimeters Per Second ini. Setelah sukses dituangkan dalam bentuk film, 5 Centimeters Per Second lantas diangkat ke novel dan manga.

Shinkai sensei membagi kisah 5 Centimeters Per Second menjadi tiga segmen dimana setiap segmennya berpusat pada seorang tokoh bernama Takaki Tono. Dalam Cherry Blossom, Takaki terpaksa berpisah dengan sahabatnya, Akari Shinohara, karena pekerjaan orang tua Akari menuntut mereka untuk pindah ke kota lain. Setelah setahun berpisah, Takaki memutuskan untuk berjumpa dengan Akari. Reuni ini bukannya tanpa alasan. Takaki akan pindah ke kota yang sangat jauh sehingga kemungkinan Takaki dan Akari untuk berjumpa lagi sangat tipis. Dia ingin bertemu Akari untuk terakhir kalinya. Perjalanan Takaki pun mengalami banyak rintangan yang menguji kesetiaan masing-masing. Memasuki Cosmonaut, kisah bergulir semakin rumit. Takaki yang sekarang sudah kelas 3 SMA harus menentukan masa depannya seusai SMA. Teman sekelasnya, Kanae, menaruh perasaan kepada Takaki sejak pertama kali mereka bertemu di bangku SMP. Setelah beberapa tahun bersama, Kanae masih juga tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkan perasaannya. Yang menjadi masalah adalah, sekeras apapun Kanae berusaha memberi sinyal, Takaki tidak menghiraukannya. Ada wanita lain yang telah menempati hatinya. 5 Centimeters Per Second menjadi segmen penutup dalam film anime romantis berdurasi 65 menit ini. Segmen ini bersetting di masa kini dan menyoroti perkembangan hubungan Takaki dan Akari setelah mereka memasuki dunia kerja.


Artwork yang tersaji dalam 5 Centimeters Per Second digarap dengan sangat mengagumkan. Adegan hujan salju di segmen pertama, pedesaan Jepang di segmen kedua, dan bunga berguguran di segmen ketiga, tergambar indah dan terkesan nyata. Tata visual yang cantik ini turut didukung dengan para dubber yang melebur dengan karakter masing-masing. Musik gubahan Tenmon turut berperan dalam mengaduk-aduk emosi penonton. Pemilihan lagu lawas dari Masayoshi Yamazaki, 'One More Time, One More Chance', sebagai lagu penutup terasa pas mengiringi montage yang getir. Naskah racikan Shinkai sensei, sekalipun tidak menawarkan sesuatu yang baru, tetap layak dihujani pujian terutama dalam keberaniannya menyuguhkan topik yang berat mengenai kisah percintaan serta ending-nya yang berpotensi menimbulkan kontroversi, terutama diantara para penonton yang mengharapkan 'happily ever after' atau pemecahan yang memuaskan seputar hubungan Takaki dan Akari.

5 Centimenters Per Second menjadi bukti lain bahwasanya anime bukan hanya untuk dikonsumsi oleh anak-anak. Dengan jalan cerita yang cukup berat, 5 Centimeters Per Second menyasar segmentasi penonton dewasa yang memiliki pemikiran yang lebih terbuka mengenai cinta terlebih Shinkai sensei berusaha menghindarkan film ini dari kesan picisan. Pesan yang ingin disampaikan ternyata sedikit lebih berat dari yang saya kira. Ini bukan mengenai 'kalau jodoh tak kemana' atau cinta lama bersemi kembali, tetapi menyoal bagaimana 'moving on' setelah hubungan di masa lalu kandas. Ketiga segmen dalam film ini pun lebih tepat disebut sendu ketimbang romantis. Bukan film yang tepat bagi yang mencari tontonan romantis yang bikin meleleh. Layaknya film Jepang pada umumnya, 5 Centimeters Per Seconds pun berjalan dengan perlahan dan sunyi. Saat menontonnya, saya merasakan rasa sesak di dalam dada. Penonton pun akan diminta untuk memaknai kembali arti dari cinta, kebahagiaan, dan kedewasaan.

Exceeds Expectations

Tidak ada komentar:

Posting Komentar