Kali ini, Boy (Onky Alexander) tak lagi menjadi tokoh utama. Perannya digantikan oleh Satrio (Ario Bayu). Secara penampilan, Boy memang jauh lebih keren ketimbang Satrio yang terlihat dekil dan cuek akan penampilan. Namun diluar itu, ada banyak kesamaan diantara mereka. Mereka kaya, tampan, macho, rajin sholat, punya banyak teman dan digilai para cewek. Kesamaan tidak hanya terjadi pada karakter Satrio, tetapi juga teman-temannya macam Herry (Albert Halim) dan Andi (Abimana Setya) yang mau tak mau mengingatkan kita kepada Emon dan Kendi. Akan tetapi, bukan kesamaan karakter inilah yang menjadi penjembatan antara kisah Boy dengan kisah Satrio. Buku harian Boy yang dibawa oleh Nuke-lah kuncinya. Tasha (Carissa Puteri), putri Nuke yang baru saja pulang dari London, menemukan buku harian tersebut dan membaca isinya. Tidak etis memang membaca buku harian orang lain, namun tujuan Tasha tidak lain untuk menemukan sosok Boy. Harapannya, Nuke bisa sembuh jika bisa bertemu dengan Boy. Petualangan Tasha dalam menemukan Boy inilah yang kemudian memertemukannya dengan Satrio dan konco-konconya. Satrio bertekad untuk membantu Tasha meskipun Nico (Paul Foster), kekasih Tasha, memeringatkan Satrio untuk menjauhi Tasha.
Kisah cinta segiempat antara Satrio, Tasha, Nico dan Nina (Poppy Sovia) tidak berkembang menjadi sesuatu yang menarik, malahan menjadi basi. Sesuai dengan berjalannya alur, ada kesan naskah buatan Priesnanda Dwisatria dan Ilya Sigma ini ingin fokus pada persahabatan Satrio dengan kawan-kawannya. Gejolak konflik yang muncul setelah bengkel Nina dihancurkan oleh orang-orang suruhan Nico gregetnya malah lebih terasa ketimbang konflik cinta. Upaya untuk lebih mengedepankan berbagai permasalahan seputar persahabatan ketimbang cinta justru yang membuat Catatan Harian Si Boy ini menjadi menarik. Teman adalah anggota keluarga yang kita pilih, begitu narasi Satrio di akhir film. Dalam lingkaran pertemanan selalu ada sosok yang melindungi, si bijak, si humoris dan sosok yang paling disayang. Satrio sangat beruntung bisa memiliki sahabat seperti Herry, Andi dan Nina. Mereka bertiga memang sering melakukan hal bodoh dan terkadang menjengkelkan, tapi mereka adalah sahabat yang setia dan bisa diandalkan. Gambaran sahabat sejati. Sahabat yang tidak hanya hadir di kala Satrio senang, tetapi juga ketika berada dalam masalah. Mereka bahkan memberi dukungan kepada Satrio dalam mencari Boy meski tahu akibat yang akan diterima. Beruntunglah chemistry antara Albert Halim, Ario Bayu, Abimana Setya dan Poppy Sovia berpadu apik sehingga interaksi Boy dengan sahabatnya terlihat sangat meyakinkan.
Yang paling mencuri perhatian adalah Abimana Setya sebagai Andi. Playboy cap kadal yang sekilas terlihat sangar ini tak henti-hentinya membuat saya tertawa terbahak-bahak dengan celetukan-celetukannya yang ajaib dan ekspresi wajahnya yang innocent. Tokoh Herry yang difungsikan sebagai Emon generasi baru kalah bersinar. Dengan jalan cerita yang sebenarnya biasa, Catatan Harian Si Boy terbantu oleh dialog-dialognya yang cerdas nan asyik serta akting para pemainnya. Putrama Tuta boleh berbangga diri karena film perdananya ini jauh dari kata mengecewakan. Meminjam ikon generasi adalah suatu hal yang beresiko, akan tetapi Tuta tak membuat para fans lama mendengus kesal dan sanggup menarik fans baru. Sekalipun berbagai kesalahan masih ada, ya namanya juga buatan manusia, namun masih bisa dimaklumi. Setidaknya jika tujuan Catatan Harian Si Boy adalah untuk menghibur, maka tujuan itu telah tercapai dengan baik. Pesan yang ingin disampaikan pun mengena. Putrama Tuta sukses menampar para sineas dan produser mesum yang hobi merilis film seks dengan dedemit yang tanpa makna. Tanpa memasukkan unsur seks dan pocong, bermodal naskah yang kuat, Catatan Harian Si Boy tampil mengesankan. Semoga langkah Tuta ini diikuti oleh yang lainnya sehingga perfilman Indonesia bisa kembali bangkit dan mendapat kepercayaan dari masyarakat. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar