Jumat, 06 Agustus 2010

REVIEW : GLEE (TV SERIES)


Saat pertama kali menyaksikan Glee, sulit bagi kita untuk tidak membandingkan serial ini dengan trilogi High School Musical, apalagi konsepnya yang hampir sama. Tapi setelah kita mengenal baik Glee dan mulai terhanyut dengan jalan ceritanya, maka pemikiran bahwa Glee memiliki kemiripan dengan High School Musical perlahan mulai menghilang. Ya, serial ini tidak memiliki kemiripan dengan trilogi tersebut, kecuali sama - sama bergenre drama remaja musikal. Saat ini, bisa dibilang Glee adalah serial yang paling terkenal dan memiliki fanbase besar yang fanatik. Meskipun ratingnya di USA tidak terlampau fantastis, tapi kehadiran Glee selalu dinanti oleh fans-nya setiap minggu dan album soundtrack-nya pun terjual ratusan ribu keping. Kegilaan fans Glee bisa disejajarkan dengan fans Justin Bieber. Bahkan saya belum pernah menemukan sebuah serial TV yang fanbase-nya begitu besar dan fanatik.

Sebenarnya, Glee bercerita tentang apa sih ? Tak ada yang spesial dari jalan ceritanya, cenderung klise malah. Seorang guru bahasa Spanyol bernama Will Schuester (Matthew Morrison) yang sangat mencintai musik berniat untuk menyelamatkan klub Glee yang terancam ditutup setelah guru pembimbing sebelumnya dipecat karena memiliki hubungan yang tidak pantas dengan salah seorang muridnya. Klub Glee versi 'baru' ini diberi nama New Directions. Saat membuka audisi untuk klub ini, tanggapan siswa adem ayem, hanya segelintir yang berminat dan itupun berasal dari kalangan losers. Anggota angkatan pertama terdiri atas ; seorang gadis yang ambisius, Rachel Berry (Lea Michele), seorang diva, Mercedes Jones (Amber Riley), seorang gay, Kurt Hummel (Chris Colfer), seorang pemuda yang lumpuh, Artie Abrams (Kevin McHale) dan seorang gadis Asia yang gagap, Tina Cohen-Chang (Jenna Ushkowitz). Klub ini akan dibubarkan jika anggotanya tak memenuhi kuota. Dengan bantuan guru BK, Emma Pillsbury (Jayma Mays) dan pelatih football, Ken Tanaka (Patrick Gallagher), Will berhasil menarik beberapa siswa untuk menggenapi kuota, termasuk dari anggota football dan cheerleader yang awalnya menolak untuk bergabung. Meskipun anggota telah terkumpul lengkap, Glee masih harus menghadapi berbagai masalah. Sue Sylvester (Jane Lynch), pelatih Cheerios (klub Cheerleader), yang paling terang - terangan menunjukkan kebenciannya terhadap klub ini. Alasannya sederhana, dengan hadirnya klub baru, maka bujet untuk setiap klub akan berkurang dan itulah mengapa Sue tidak segan untuk menghancurkan Glee agar bujet untuk Cheerios kembali naik. Masalah lain adalah Glee harus menang dalam kompetisi Regional atau klub ini akan dibubarkan. Tentu sulit bagi klub baru untuk bisa menjadi juara, terlebih New Directions harus menghadapi klub Vocal Adrenaline yang 'jam terbangnya' lebih tinggi.



Sesederhana itulah plot Glee. Sejumlah losers yang tergabung dalam suatu klub dan mereka berusaha untuk mengejar impian mereka. Jika kita belum pernah mencicipi satu episode pun dari Glee dan hanya berpegangan pada sinopsisnya semata, maka Glee terlihat tak ada bedanya dengan serial remaja kebanyakan. Tapi jangan salah, meski plot-nya terlihat begitu klise, Glee tak akan berjalan seperti itu. Tiga kreatornya, Ryan Murphy, Brad Falchuk dan Ian Brennan, selalu memiliki cerita yang unik dan menarik untuk diangkat di setiap episodenya. Tak jarang dihadirkan pula beberapa twist agar cerita makin enak untuk diikuti. Memang masih ditemukan beberapa kisah yang cenderung klise, tapi hal itu tidak dibiarkan bertele - tele. Yang membuat saya jatuh cinta kepada Glee adalah kisahnya yang realistis, karakternya yang manusiawi dan tentu saja lagu - lagunya yang enak.

Keunggulan dari Glee adalah sederhana. Tak perlu riasan yang menor dan dramatisasi yang berlebihan dalam cara penuturannya, Glee mengalir dengan sederhana dan tampil apa adanya. Kisahnya begitu realistis, kemungkinan besar hampir semua remaja pernah mengalami apa yang dialami oleh karakter - karakter di Glee. Memang ada beberapa scene yang terlalu berlebihan, tapi itupun masih dalam batasan yang wajar, tak hadir di setiap episode. Hanya untuk menegaskan sesuatu. Untuk karakternya sendiri dibuat manusiawi. Tak akan kita temukan karakter seperti di sinetron kita yang pure evil atau pure angel. Karakter protagonis juga digambarkan kerap melakukan kesalahan, sementara sang antagonis meski menyebalkan dan sadis, tetap mengundang tawa dan berbuat kebaikan untuk orang yang membutuhkan.

Jika membicarakan masalah akting, maka jagoan utama tertuju kepada Lea Michele dan Jane Lynch. Mereka yang membuat Glee terasa hidup. Karakter Rachel yang ambisius dan Sue yang kejam berhasil mereka wujudkan dengan sempurna. Deretan cast lain yang bermain bagus yaitu Matthew Morrison sebagai Will yang bijaksana, Chris Colfer menjadi Kurt yang gay, Cory Monteith memerankan Finn yang lugu dan Jayma Mays sebagai Emma yang takut akan kotor. Masih didukung pula oleh sederetan bintang tamu yang berakting ciamik seperti Neil Patrick Harris, Kristin Chenoweth, Idina Menzel dan Molly Shannon. Sayangnya, beberapa karakter utama malah mendapat porsi yang kurang untuk bisa mengeksplor kemampuan akting mereka. Sejauh ini saya belum dibuat terpukau oleh Dianna Agron dan Jenna Ushkowitz. Karakter Quinn yang cenderung flat membuat Dianna kurang mendapat tantangan. Saya tahu Dianna bisa bermain bagus karena ada sedikit momen yang menguras emosi dan melibatkan Quinn, Dianna cukup bagus disana. Sementara untuk Jenna, entahlah, karakter Tina sulit untuk melekat di hati saya. Meski sudah mendapat porsi yang cukup besar, nyatanya Jenna kurang berhasil menghidupkan Tina. Tidak buruk, tetapi juga tidak bagus.

Jika dipaksa untuk membandingkan dengan High School Musical, maka Glee unggul hampir di semua aspek, kecuali sound mixing. Saat sedang membawakan sebuah tembang, beberapa kali terlihat jelas mereka lipsync karena suara yang terlalu menggelegar dan beberapa sebab yang lainnya. High School Musical unggul disini, Disney memang jagoan dalam urusan musikal. Persoalan yang dihadapi Glee ini sangat terasa di episode - episode awal, namun setelah break (episode Hell-O dan seterusnya) mulai berangsur membaik.

Walaupun bergenre komedi drama musikal, unsur komedi dalam Glee tidak begitu kental. Mirip dengan Desperate Housewives, komedi disini cenderung gelap. Tidak melulu berasal dari celotehan konyol ataupun adegan slapstick, terkadang sesuatu yang pahit dibuat untuk ditertawakan. Jadi jangan mengharapkan sebuah tayangan komedi dimana kalian bisa tertawa lepas melihat sesuatu yang konyol dan menggelikan. Memang ada di beberapa episode, namun kebanyakan komedi yang disajikan ber-tone muram. Tapi tenang saja, kalian masih akan dibuat tertawa terbahak - bahak di Glee. Perpaduan antara drama dan komedi terasa pas sehingga selama 22 episode di season 1 berjalan dengan mulus. Saya juga akan memuji pilihan lagu dari Ryan Murphy yang begitu menakjubkan dan aransemen musik dari Adam Anders sangat keren. Lagunya terdiri atas lagu - lagu dari tahun 70, 80, 90 hingga 2000-an serta lagu dari panggung Broadway yang terdengar sedikit asing di telinga. Namun Adam Anders berhasil membuat lagu - lagu tersebut tidak terdengar old-fashioned, sebaliknya malah terkesan modern tanpa merusak lagu itu sendiri.

Nilai = 8/10


Khusus untuk review kali ini, saya akan memberi sedikit bonus kepada kalian berupa ulasan singkat 3 karakter favorit saya serta soundtrack paling mengena bagi saya. Check it out!

3 Karakter Favorit :

1. Rachel Berry
Rachel adalah gadis yang sangat ambisius, egois, sok eksis, menganggap dirinya sebagai penyanyi yang hebat dan memiliki perilaku yang menyebalkan. Memang bukan tipe karakter favorit bagi kebanyakan penggemar, tapi saya sangat menyukai Rachel. Bukan karena sifatnya yang sangat menyebalkan, tapi semangatnya yang tinggi dan pantang menyerah. Rachel bisa menjadi inspirasi bagi siapapun yang ingin menggapai impian mereka, terus semangat dan optimis. Kehadirannya di Glee terkadang mengganggu anggota yang lain, namun diakui atau tidak, Glee dan Rachel memiliki hubungan simbiosis mutualisme. Rachel bukan siapa - siapa tanpa Glee, begitu juga sebaliknya, Glee akan susah menang tanpa Rachel. Keduanya saling membutuhkan. Berbicara soal Rachel, saya jadi teringat dengan seorang teman yang sifatnya tidak jauh berbeda dengan Rachel. Hanya saja dia tidak seambisius Rachel. Haha. Oke, selain alasan yang sudah dijabarkan diatas, alasan lain yang membuat saya menyukai Rachel adalah karakternya yang dinamis. Coba saja kalian bayangkan Glee tanpa Rachel, bagaimana hasilnya? Monoton. Karakter Rachel yang membuat Glee menjadi lebih hidup.

2. Sue Sylvester
Saya mencintai sekaligus membenci Sue. Bukan tipe karakter antagonis kebanyakan, Sue lebih kepada karakter abu - abu. Sulit untuk membaca pikiran Sue karena sifatnya yang susah untuk ditebak. Sedikit mengenai Sue, dia adalah pelatih Cheerios yang berusaha menghancurkan Glee hanya agar kepala sekolah kembali menaikkan anggaran Cheerios yang jatahnya diambil oleh Glee. Musuh bebuyutan dari Will Schuester, bahkan sempat mengirimkan tiga anggotanya ; Quinn, Brittany dan Santana, untuk menyusup ke dalam Glee dan mengacaukannya. Rencana yang dilakukan oleh Sue kerap kali berujung pada kegagalan, namun dia tidak pernah menyerah dan selalu membuat rencana baru. Sue juga merupakan selebritis lokal dan gagal dalam membina hubungan percintaan. Meski bengis dan licik, Sue sangat menyayangi kakaknya yang menderita Down Syndrome. Disini kita melihat sisi lain dari Sue. Bahkan Sue juga membuat kejutan di ending season 1 yang membuat saya makin bersimpati kepadanya.

3. Brittany
Salah satu alasan saya mencintai Glee adalah Brittany. Pertama kali muncul di episode Showmance, dia adalah anak buah Sue yang diutus untuk menghancurkan Glee. Brittany adalah stereotip cheerleader kebanyakan di Hollywood yang memiliki rambut pirang dan bodoh. Uniknya, kebodohan dari Brittany yang menjadi daya tariknya. Dia selalu lupa dengan nama tengahnya, bingung membedakan tangan kanan dan kiri, tak bisa menghidupkan komputer dan mengeluarkan pernyataan serta pertanyaan bodoh yang dijamin membuat tertawa. Porsi tampilnya cuma sedikit, tapi Brittany cepat menyita perhatian Gleeks (pecinta Glee) karena kebodohan dan keluguannya. Bahkan Brittany juga tak segan diajak bercinta dengan Kurt meski hanya sebatas pura - pura. Celetukan paling terkenal dari Brittany adalah saat dia mengatakan, "dolphins are just gay sharks." Di season 2, Brittany yang diperankan oleh Heather Morris ini akan naik jabatan dari pemeran pembantu menjadi pemeran utama, bahkan Brittany akan menjadi tokoh utama di episode Britney Spears.

Soundtrack Favorit

Keunggulan lain dari Glee adalah soundtrack-nya yang catchy dan easy listening. Berbeda dengan film atau serial musikal sejenis yang biasanya menggunakan lagu baru, Glee mengambil lagu yang sudah ada dan mengaransemennya kembali. Membuatnya lebih mudah diterima. Glee telah merilis 95 single, 2 mini album dan 3 album utama. Maka kali ini saya akan memberi tahu kalian album / mini album favorit saya serta 10 single yang paling saya sukai. Hanya pendapat pribadi dari seorang awam musik, hehe.

Album favorit saya jatuh kepada Glee : The Music, Vol. 1. Memuat 17 track yang ear-catchy dan cenderung populer dibandingkan vol setelahnya. Saya akrab dengan hampir semua track di album ini, bahkan beberapa diantaranya sudah menjadi favorit saya sejak lama. Itulah alasan utama saya memilih album ini disamping karena hanya album Glee inilah yang nyantol di telinga keluarga saya, haha. Vol. 2 terlalu serius dengan dipenuhi tembang lawas yang bertempo slow dan mendayu - dayu sementara vol. 3 kurang akrab di telinga karena banyaknya lagu Broadway.


Dan inilah 10 single favorit saya ;
1. Dream On
2. I Dreamed A Dream
3. It's My Life / Confessions, Pt. II
4. Don't Stop Believin'
5. Rehab
6. Proud Mary
7. Like A Prayer
8. Hello
9. Give Up the Funk
10. Defying Gravity

How about you?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar