Jumat, 23 Juli 2010

REVIEW : SHUTTER ISLAND


Edward "Teddy" Daniels (Leonardo DiCaprio), seorang anggota US Marshal, bersama dengan partner barunya, Chuck Aule (Mark Ruffalo), ditugaskan untuk menyelidiki hilangnya seorang pasien RSJ Ashecliff di Shutter Island. Pasien bernama Rachel Solando (Emily Mortimer) ini secara ajaib menghilang dari bangsalnya yang terkunci rapat tanpa meninggalkan jejak sedikitpun. Kepala dokter, Dr. John Cawley (Ben Kingsley) dan para staf mungkin tidak akan sebingung ini jika Rachel hanyalah pasien biasa. Sebelum dikirim ke pulau ini, Rachel dengan biadab membunuh ketiga anaknya dan menjadikannya semacam boneka. Penyelidikan Teddy mulai terganggu saat migren mulai menyerangnya dan bayangan masa lalu saat Teddy membantai pasukan Nazi serta peristiwa yang membunuh istrinya (Michelle Williams) terus menghantuinya. Ditambah lagi Cawley yang seakan menutup - nutupi sesuatu yang semakin membuat penyelidikan Teddy menjadi rumit.

Shutter Island sedianya dirilis pada Oktober 2009 lalu, namun karena satu dan lain hal memaksa Paramount untuk mengundurkannya hingga Februari 2010. Film ini sendiri baru tayang di bioskop Indonesia pada awal Maret 2010. Shutter Island tercatat sebagai kerjasama keempat antara Leonardo DiCaprio dengan sutradara kawakan Martin Scorsese setelah Gangs of New York, The Aviator dan The Departed. Nampaknya Leo menjadi aktor favorit baru Martin setelah Robert Deniro terlebih di tiga film sebelumnya berhasil menembus Oscar, bahkan berhasil menang melalui The Departed. Tidak hanya Leo, Martin juga merekrut beberapa nama di belakang layar untuk kembali bekerja sama disini. Makin terlihat jika Shutter Island adalah proyek ambisius adalah saat melihat jajaran cast yang diisi oleh banyak nama besar meski peran yang mereka lakoni porsinya tidak begitu besar.


Genre misteri thriller psikologis memang merupakan favorit saya. Itulah mengapa saya sudah menunggu kehadiran film ini sejak lama dan cukup kecewa saat mengetahui jadwal rilisnya diundur hingga beberapa bulan kemudian. Saya sendiri baru sempat menyaksikan film ini beberapa hari yang lalu karena bioskop di tempat saya bermukim hingga saat ini dengan keterlaluan belum juga memutarnya. Penungguan yang begitu lama ternyata terbayar lunas karena saya puas dengan sajian dari Martin Scorsese ini. Memakai gaya penuturan layaknya noir, unsur misterinya begitu kental dengan tata artistik yang ciamik. Saya dibuat penasaran dengan misteri yang disodorkan sejak menit pertama dan berhasil dibuat takjub oleh endingnya yang bisa dibilang cukup mengejutkan. Alurnya memang lambat dengan durasi film yang tergolong panjang (138 menit) dan kisahnya pun bisa dibilang berat, namun hal itu tidak terasa bagi saya karena kepiawaian Martin Scorsese dalam mengarahkan film ini dan terutama memang saya menggemari film jenis ini. Tidak mudah untuk bisa mencerna apa yang hendak disampaikan oleh Martin Scorsese melalui Shutter Island ini karena membutuhkan konsentrasi lebih untuk bisa memahaminya. Bagi yang tidak terbiasa dengan film semacam ini mungkin akan dibuat bosan olehnya, butuh perjuangan keras untuk bisa menikmatinya. Akan tetapi film semacam ini bisa menjadi candu yang mengasyikkan bagi yang berhasil mengatasi masa - masa sulit tersebut.

Leonardo DiCaprio menunjukkan kebolehan aktingnya yang menawan disini, bahkan saya lebih terpukau dengan aktingnya di Shutter Island ketimbang Inception. Leo berhasil menyelami karakter Teddy dengan amat sangat baik sehingga saya merasa Teddy memang nyata adanya. Rasanya ini adalah saatnya bagi Oscar untuk mengganjar Leo dengan piala best actor tahun depan. Ben Kingsley juga tampil meyakinkan sebagai kepala dokter yang misterius begitu pula dengan Mark Ruffalo yang berhasil mengimbangi akting Leo. Emily Mortimer cukup mencuri perhatian sementara Michelle Williams membawakan perannya dengan pas. Sayangnya porsi mereka terlalu kecil. Dari sisi teknis Shutter Island bisa dikatakan bagus. Tata busana, artistik hingga sinematografinya tertata dengan menawan. Untuk dapur naskah sudah saya singgung di atas. Naskah buatan Laeta Kalogridis dari hasil adaptasi novel karya Dennis Lehane tergarap dengan amat baik dan semakin sempurna saat Martin Scorsese berhasil mewujudkannya dalam bentuk gambar.

Seperti halnya Inception, Shutter Island bukan tipikal film yang bisa dinikmati dengan santai, butuh konsentrasi lebih untuk bisa mencernanya. Alurnya memang cenderung lambat dan itu merupakan kelemahan bagi penonton yang tidak akrab dengan genre ini. Namun secara keseluruhan Shutter Island adalah film yang sangat baik, entah itu dari segi cerita, akting, penyutradaraan hingga teknis. Meski cukup berat, Shutter Island enak ditonton dan cukup menegangkan terlebih misterinya sangat membuat penasaran. Sebuah tontonan yang sayang buat dilewatkan terutama bagi kalian yang mengaku sebagai pecinta film =)

Nilai = 8/10

dark, thrilling, twisting and shocking!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar