"I think I'll lose my virginity to him. Maybe in five minutes, maybe tonight, maybe sixth months from now, or maybe on the night of our wedding. Either way, it's really none of your business." - Olive Penderghast
Rindu rasanya menonton sebuah chick flick yang tidak hanya menghibur tetapi juga ada sesuatu yang bisa diambil setelah menyaksikannya, bukan hanya sekadar film pengumbar aurat, adegan seks atau teler disebabkan miras dan narkoba. Terakhir kali ada perasaan puas setelah menonton sebuah chick flick adalah 6 tahun lalu ketika dibuat terkagum - kagum dengan Mean Girls yang dibintangi oleh Lindsay Lohan. Saat ini saya belum menemukan film remaja serupa, terutama dari perfilman lokal yang makin kesini justru semakin tak beraturan saja. Setelah penantian yang cukup panjang, hadirlah Easy A karya dari Will Gluck yang dibintangi oleh banyak idola remaja seperti Emma Stone, Amanda Bynes, Penn Badgley dan Cam Gigandet. Jujur, awalnya saya mungkin tidak akan melirik film ini jikalau Amanda Bynes tidak turut bergabung. Ya, saya memang salah satu fans berat aktris spesialis film komedi remaja ringan ini. Bahkan Bynes sempat mengatakan bahwa ini adalah film terakhirnya karena dia memutuskan untuk pensiun dini, namun belakangan hal ini diralat sendiri olehnya.
Pernahkah terbersit di pikiran kalian untuk melakukan sesuatu yang 'kotor' untuk bisa mencapai popularitas di sekolah ? Atau mungkin kalian adalah cewek/cowok populer sehingga hal tersebut dirasa tidak perlu karena setiap orang di sekolah mengetahui siapa kalian ? Sayangnya, tidak semua orang memiliki keberuntungan seperti itu, saya salah satunya. Mungkin waktu SMA saya adalah siswa populer, namun di universitas, I'm nothing. Jadi saya paham betul bagaimana perasaan Emma Stone alias Olive Penderghast mengenai bagaimana rasanya menjadi siswa yang tak 'terlihat' dan perasaan tak dianggap oleh siswa lain karena dirimu bukanlah apa - apa. Jadi tak mengherankan jika kemudian dia jengah dengan semua ini dan mulai menebar berita bohong agar terlihat keren dimulai dari sahabatnya, Rhiannon (Alyson Michalka). Olive mengaku telah kehilangan keperawanannya akibat hubungan one night stand dengan pria yang lebih dewasa. Tanpa disadari, pembicaraan keduanya ternyata didengar oleh Marianne (Amanda Bynes), seorang Kristen fanatik, dan dengan cepat berita mengenai Olive yang tidak lagi perawan tersebar dengan cepat ke seantero sekolah.
Nah, si Olive ini bukannya mencoba meluruskan, malahan justru kegirangan karena menganggap ini kesempatan baik baginya buat mencapai popularitas dan menunjukkan eksistensi diri. Seorang pemuda gay bernama Brandon (Dan Byrd) meminta bantuannya agar dianggap 'straight' oleh siswa lain dengan berpura - pura berhubungan seks di sebuah pesta. Rupanya hal ini diketahui oleh siswa nerd lain yang kemudian datang silih berganti meminta bantuan Olive sekaligus memberinya uang atau sebuah kupon sebagai ucapan terima kasih. Olive melakukannya dengan senang hati sekaligus memanfaatkan hal ini sebagai bisnis. Gelombang protes pun dilancarkan oleh kelompok remaja Gereja pimpinan Marianne dan sebutan 'pelacur' disematkan padanya. Segalanya menjadi semakin kacau, namun Olive tidak lantas mencoba meredamkan kekacauan, dia justru memasang simbol A merah di pakaiannya meniru langkah tokoh Hester Prynne dari The Scarlet Letter.
Terkesan seperti film remaja biasa bagi yang belum menyaksikkannya dan bisa dalam sekejap berubah menjadi film yang luar biasa bagi mereka yang telah menyaksikkannya. Sebuah lompatan yang menakjubkan bagi Will Gluck yang sebelumnya membesut film melempem, Fired Up. Gluck beruntung mendapatkan naskah yang brilian garapan Bert V. Royal dan lantas mengerjakannya dengan sepenuh hati, mencoba menghindari setiap kesalahan yang telah dia buat di film sebelumnya. Salut buat Royal yang berhasil membuat adaptasi bebas dari The Scarlet Letter dengan apik, mencampurkannya dengan problematika yang dihadapi oleh para remaja dan dibumbui dialog - dialog yang segar nan menggelitik. Hasilnya mengejutkan. Beberapa kali dibuat tertawa terpingkal - pingkal, serasa ditampar hingga terenyuh terhadap karakter Olive. Jelas bukan naskah yang kacangan. Sebuah kisah yang meaningful yang akan secara tidak sadar membuat kita untuk lekas bercermin, introspeksi diri.
Emma Stone menjawab tantangan Will Gluck dengan brilian. Baru sekali mendapat peran utama, Stone tidak terlihat kagok, malahan dia bersinar terang dan menjadikan Easy A seakan film yang memang khusus dibuat untuknya. Dengan segala perilaku 'bejat' yang dilakukan oleh Olive, tak ada sedikit pun rasa kesal atau benci padanya, yang ada justru rasa iba dan bersimpati kepadanya. Stone menunjukkan semua ekspresi dengan natural dan tak ada kesan berlebihan. Yang mengejutkan saya adalah permainan apik dari Amanda Bynes. Biasanya, Bynes bermain datar dan biasa saja, namun disini karakter Marianne bisa menjadi begitu 'hidup' dan menyebalkan berkat dia. Sudah saatnya bagi Bynes untuk mencari peran yang lebih mengeksplor kemampuan aktingnya. Easy A mendapat dukungan dari sejumlah bintang kawakan semacam Patricia Clarkson, Stanley Tucci, Thomas Haden Church, Lisa Kudrow dan Malcolm McDowell yang bermain solid. Peran mereka memang kecil, namun berarti dan Will Gluck tidak membuatnya seakan tempelan belaka agar terlihat 'wah'.
Easy A menjadi sebuah batu lompatan yang manis bagi Will Gluck, Emma Stone maupun Amanda Bynes. Meskipun unsur pop cukup kental, Easy A tidak lantas menjadi film yang klise. Bahkan saya cukup kagum dengan cara Gluck dan Royal mengakhiri film ini, elegan dan menyentuh. Meski tokoh utama dari film ini didominasi oleh gadis remaja, namun bukan berarti para pria tidak bisa menikmatinya. Problematika yang diangkat bisa dibilang universal, Easy A tidak hanya akan menampar para gadis saja tapi juga kaum pria. Setelah menyaksikan film ini, kita akan lebih bersyukur terhadap hidup kita dan berusaha untuk menghargai orang lain, setiap orang memiliki sifat yang berbeda, jangan sama ratakan. Oh iya, berhati-hatilah saat berbicara, apalagi jika kebenarannya dipertanyakan.
Nilai = 8/10 (Exceeds Expectations)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar