Sekali lagi saya dibuat muak dengan tampilan 3D yang jelas - jelas palsu karena Gulliver's Travels merupakan hasil konversi dari film 2D biasa. Untungnya, Gulliver's Travels ternyata tidak seburuk yang saya kira meski masih belum bisa dikatakan sebagai sebuah hiburan yang berkualitas. Dari hanya melihat trailernya saja kita sudah bisa mengetahui bagaimana film ini akan bertutur. Mengingat Gulliver's Travels memang ditujukan sebagai film keluarga, naskah yang teramat ringan dan alur yang gampang ditebak bisa dimaklumi. Berbagai humor yang hadir hasil racikan Stoller dan Stillman ternyata cukup efektif mengundang tawa, tentu itu juga tak lepas dari jasa Jack Black yang bisa dikatakan lumayan sukses membawakan peran sebagai Gullivers. Selain Black, hanya Emily Blunt yang aktingnya lumayan sementara sisanya terasa tidak pas dan mengecewakan. Pada akhirnya, Gulliver's Travels terselamatkan berkat kehadiran Jack Black. Entah apa jadinya film ini jikalau Black tidak turut bergabung, mungkin bisa jadi membosankan dan hanya bisa dinikmati para penonton kecil saja.
Overall = 6/10 (Acceptable)
Terima kasih kepada The Blair Witch Project yang telah memperkenalkan genre mockumentary berbalut kisah seram kepada khalayak ramai. Mungkin banyak pecinta film yang mengeluh karena film jenis ini akhir - akhir ini terus menerus dibuat, tapi bagi saya yang menggemarinya tentu ini berkah tersendiri dengan catatan penggarapannya tidak asal - asalan. Setelah tahun lalu dibuat ketakutan dengan Lake Mungo, hadir pula The Last Exorcism yang memiliki pendekatan mirip dengan The Exorcism of Emily Rose dan premis yang meyakinkan. Alkisah, Pendeta Cotton Marcus (Patrick Fabian) hilang keyakinannya pada Tuhan pasca kegagalan dalam sebuah prosesi exorcism yang berakibat pada tewasnya seorang anak. Berniat melakukan pengusiran setan untuk yang terakhir kalinya, Pendeta Cotton melibatkan dua kru televisi yang akan mendokumentasikan prosesi tersebut. Dari sejumlah surat permintaan kasus yang dilayangkan kepadanya, Pendeta Cotton memilih secara acak dan mendapatkan Nell (Ashley Bell), seorang gadis manis yang diduga oleh ayahnya (Louis Herthum) dirasuki oleh setan. Pada awalnya mereka menganggap ini dengan tidak serius, namun ternyata mereka dihadapkan pada 'kekuatan jahat' yang mengerikan.
Kunci utama untuk bisa menikmati The Last Exorcism adalah kesabaran. Ketegangan dibangun secara perlahan dan lambat sehingga berpotensi membosankan bagi mereka yang mengharapkan tontonan penggedor jantung yang mencekam sejak menit pertama. Namun justru disinilah menariknya, ketegangan dibangun secara intens dan selangkah demi selangkah. Saat kekuatan jahat tersebut muncul, tim penulis naskah masih menyisipkan sejumlah kejutan yang mengasyikkan. Apa yang dihadirkan disini memang mau tidak mau mengingatkan saya pada The Exorcism of Emily Rose, namun itu tak mengurangi kadar keseramannya. Daniel Stamm berhasil membuat penonton tegang saat menyaksikan Nell yang raganya mulai dikuasai oleh setan dan mereka yang ada di sekitarnya kewalahan menghadapinya. Dengan pemilihan cast yang tepat serta minimnya pemakaian special effect menambah daya tarik film ini. Yang cukup saya sayangkan adalah keputusan Stamm dan rekan penulis skenario untuk mengakhiri film ini. Terkesan terburu - buru dan agak janggal, bahkan bagi saya endingnya terasa kurang pas.
Overall = 7/10 (Acceptable)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar