Minggu, 28 November 2010

EUROPE ON SCREEN 2010

Europe on Screen (EOS) 2010 alias Festival Film Eropa baru saja selesai digelar di Semarang beberapa hari yang lalu. Kehadiran festival ini selalu saya tunggu setiap tahunnya karena kapan lagi bisa menonton film - film dari benua Eropa dengan gratis ? Dengan lambatnya jalur peredaran film yang sudah mencapai titik klimaks, festival film yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari (bahkan ironisnya totalnya tak mencapai jumlah jari di satu tangan) hingga pemutaran film yang amat sangat jarang diadakan, maka tidak heran jika EOS selalu saya nantikan kedatangannya di Semarang dan tak ambil pusing bagaimana dengan kualitas filmnya karena saya hanya butuh 'sesuatu' untuk menyalurkan hasrat saya terhadap film yang begitu besar (halah, ngomong apaan sih ini kok malah ada hasrat segala..). Setelah Festival Film Prancis tidak lagi mampir disini (Nasib, nasib..) secara otomatis EOS adalah satu - satunya harapan. Jika EOS pun nantinya melengos pergi, nampaknya saya harus angkat kaki dari kota ini secepatnya, haha.. Semarang terbilang beruntung karena mendapat jatah film yang lumayan banyak ketimbang kota lain di luar Jakarta. Tahun ini, tak banyak yang menarik buat disaksikan, jauh berbeda dengan tahun lalu yang memuaskan. Hanya saja sekali ini Semarang cukup beruntung ketiban film pembuka, Dagen Zonder Lief, dan sebuah film dari Bulgaria yang berhasil tembus top 9 Best Foreign Language Film di Oscar 2009, Svetat E Goljam I Spasenie Debne Otvsjakade. Saya hanya akan mengulas 3 dari 6 film saja karena 3 film lainnya membuat saya terkapar tak berdaya (You know what I mean)

1) Svetat E Goljam I Spasenie Debne Otvsjakade (Bulgaria, 2008)


Alex beruntung bisa selamat dari sebuah kecelakaan yang menewaskan kedua orang tuanya. Hanya saja, dia tidak bisa mengingat apapun, termasuk namanya sendiri. Sang kakek, Bai Dan, datang ke Jerman untuk membawanya pulang ke Bulgaria. Cara yang unik dilakukan Bai Dan untuk mengembalikan ingatan Alex adalah dengan pulang mengendarai sepeda alih - alih kereta atau pesawat. Dalam perjalanan, Bai Dan membawa Alex ke berbagai tempat yang berhubungan dengan masa lalu Alex. Perlahan tapi pasti, Alex mulai mengingat segalanya, menjadi lebih dekat dengan sang kakek dan tentu saja tak lengkap rasanya jika tak berkenalan dengan seorang gadis cantik. Ide cerita film ini sebenarnya sederhana dan kerap dipakai dalam banyak film, mengenai seseorang yang berusaha untuk memulihkan ingatan orang terkasih dengan membawanya dalam perjalanan spiritual dalam masa lalu. Namun Stephan Komandarev dengan sukses mampu membuat film arahannya ini menjadi sangat menarik buat disimak. Perjalanan dari Jerman ke Bulgaria begitu menyenangkan, sesekali diberi kejutan dan humor yang segar. Didukung akting yang solid dari Miki Manojlovich dan Carlo Ljubek serta sinematografi yang menawan, Svetat E Goljam I Spasenie Debne Otvsjakade rasanya sayang buat dilewatkan. Flashback yang kerap muncul tanpa diduga tak mengganggu plot utama, justru sebaliknya sangat membantu penonton untuk lebih memahami plot utama. Plot yang klise pun bisa menghasilkan sebuah film yang apik jika naskah dan penggarapannya dikerjakan dengan serius.

Nilai = 9/10

2) Dagen Zonder Lief (Belgia, 2007)


Black Kelly kembali ke kampung halamannya di Belgia setelah bertahun - tahun mengadu nasib di New York. Kedatangannya mengejutkan semua orang, termasuk sahabat dekatnya. Black Kelly yang sekarang memiliki rambut blonde segera menyadari bahwa segalanya banyak yang berubah semenjak kepergiannya. Apa yang diharapkan ternyata tak berjalan seperti semestinya. Mantan kekasihnya kini telah dikaruniai seorang anak dan salah seorang kawannya tewas bunuh diri. Hidup ini terus berputar, tentu saja Black Kelly tidak bisa berharap segala sesuatunya masih akan berjalan sama seperti ketika mereka masih muda dan menghabiskan waktu hanya untuk bersenang - senang. Terlihat seperti film remaja biasa, Dagen Zonder Lief mengangkat tema persahabatan dengan plot yang cukup berat. Meski humor hadir disana sini, namun film ini berjalan dengan muram dan lambat. Penonton, khususnya para remaja, diajak untuk merenungi tentang kehidupan. Kita tidak akan selamanya remaja dan menghabiskan waktu hanya untuk bersenang - senang, tak ada yang abadi di dunia ini, bahkan persahabatan sekalipun. Akting dari Wine Dierickx, Jeroen Perceval, Pieter Genard hingga An Miller patut mendapat acungan dua jempol. Mereka berakting dengan natural, permainan ekspresinya pun kuat. Dagen Zonder Lief adalah sebuah film yang menyentuh dan penuh makna, namun disampaikan dengan jenaka sehingga penonton muda bisa memahaminya dengan baik.

Nilai = 8/10

3) Pokoj V Dusi (Slovakia, 2009)


Tono dibebaskan dari penjara setelah mendekam disana selama 5 tahun lamanya karena mencuri kayu. Saat kembali ke rumah, segalanya telah berubah. Istrinya menganggap dia sebagai orang asing, Tono hampir tak mengenali anaknya sendiri yang berusia 5 tahun dan tak ada seorang pun yang mau mempekerjakannya. Sahabat baiknya, Stefan, yang merupakan seorang pengusaha berpengaruh enggan berteman lagi dengannya. Hanya teman masa kecilnya, Marek dan Peter, yang bersedia membantunya. Tapi itupun tidak secara tulus karena sejatinya mereka memiliki maksud lain dengan membantu Tono. Jujur, saya kurang bisa menikmati Pokoj v Dusi. Meski tidak separah 3 film lainnya, film yang memiliki judul bahasa Inggris Soul at Peace ini mengalir begitu lambat dan sangat membosankan. Hanya di 30 menit pertama saja saya bisa menikmatinya dan penasaran dengan apa yang akan terjadi pada Tono, namun setelah itu mata ini terasa begitu berat. Ya, untuk akting, sinematografi dan tetek bengek lainnya memang bisa dibilang oke, namun tidak dengan naskahnya yang bertutur terlalu bertele - tele. Pemandangan indah pedesaan di Slovakia sajalah yang mampu membuat saya bertahan hingga akhir.

Nilai = 5/10


Tidak ada komentar:

Posting Komentar